Featured Posts

Chabloger.com ►►Selamat Datang Di Chabloger.com Salam Persahabatan Terimakasih Telah Berkunjung Disini Maafkan Kami Bila Banyak Kesalahan DiChabloger.com

Kamis, 26 Januari 2012

Makalah Kebudayaan Aceh


Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, berkat rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan Makalah Sistem Sosial Budaya Indonesia, dengan judul “Kebudayaan Aceh”. makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia, yang diasuh oleh Bapak T.Syarifuddin M,si, di Universitas Iskandar Muda (UNIDA), Banda Aceh.
Kadang kita lupa akan budaya sendiri justru terlenana dengan budaya luar jadi alangkah indahnya kita selalu mengenang budaya sendiri (Aceh) disamping penulis memperdalam ilmu tentang kebudayaan Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu sehingga Makalah ini dapat diselesaikan  dengan baik, Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Makalah ini.
Penulis berharap Makalah ini dapat menambah pengetahuan semua pihak khususnya mahasiswa dalam mendalami Sistem Sosial Budaya Indonesia.

Banda Aceh, 24 Desember 2011
Penyusun


KHAIRUMAN
NIM. 2010160016



DAFTAR ISI
                                                                                                                                      Halaman
KATA PENGANTAR..................................................................................................... !
DAFTAR ISI................................................................................................................. !!
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................................... 1 
1.2. Tujuan Pembahasan............................................................................................ 1

BAB II : KEBUDAYAAN
2.1. Letak Geografis................................................................................................... 3 
2.2. Bahasa dan Tulisan............................................................................................... 3
2.3. Bentuk Desa........................................................................................................ 4
2.4. Mata Pencaharian ............................................................................................... 5
2.5. Sistem Kekerabatan............................................................................................. 6
2.6. Sistem Kemasyarakatan....................................................................................... 7
2.7. Religi dan Agama................................................................................................. 8
2.8. Kesenian............................................................................................................. 8
2.9. Peralatan............................................................................................................. 9
2.10. Pembangunan dan Modernisasi......................................................................... 9
BAB III : KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan......................................................................................................... 10
DAFTAR FUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki suku dan budaya yang beraneka ragam. Masing-masing budaya daerah saling memperngaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan daerah lain maupun kebudayaan yang berasal dari luar Indonesia. Salah satu kebudayaan tersebut adalah kebudayaan Aceh. Dilihat dari kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Karena letaknya yang strategis dan juga Aceh merupakan jalur perdagangan, maka kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, dan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budayamelayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri.
Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah, hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di wilayah lain. Sistem kemasyarakatan suku bangsa Aceh, mata pencaharian sebagian besar masyarakat Aceh adalah bertani, tetapi tidak sedikit juga yang berdagang.sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom.
Agama Islam adalah agama yang paling mendominasi di Aceh oleh karena itu Aceh mendapat julukan Serambi Mekah. Dari struktur masyarakat Aceh dikenal gampong, mukim, nanggroe dsb. Tetapi pada saat sekarang ini upacara ceremonial yang besar-besaran hanya sebagai simbol sehingga inti dari upacara tersebut tidak tercapai. Pergeseran nilai kebudayaan tersebut terjadi karena adanya penjajahan dan faktor lainnya.
1.2.  Tujuan Pembahasan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
- Mengetahui Identifikasi Geografi Aceh
- Mengetahui lebih dalam Kebudayaan Aceh
- Memahami sejarah Aceh
- Mengetahui perkembangan perekonomian Aceh
- Mengenal sistem kekerabatan masyarakatan Aceh
- Mengetahui keadaan Keagamaan dan Realigi di Aceh
- Mengetahui pembangunan dan modernisasi di Aceh















BAB II
KEBUDAYAAN ACEH
2.1. Letak Geografis
Aceh merupakan propinsi yang paling ujung letaknya di sebelah utara pulau Sumatra. Daerah ini dapat dikatakan seluas 55.390 km2. Batas yang paling Utara dari NegaraIndonesia adalah salah satu pulau, Pulau We yang termasuk daerah Aceh, yang terletak di lintang Utara 6o. Daerah yang luas ini dibagi dalam delapan daerah tingkat II (Kabupaten) ialah: Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Barat, dan Aceh Selatan.
Dalam sejarah Melayu, nama Aceh adalah Lam Muri; Marco Polo, seorang saudagar Venesia yang singgah di Peureulak pada tahun 1292 menyebutnya Lambri; kemudia orang Portugis mempergunakan nama Akhem; orang Belanda mempergunakan nama Akhin, sedangkan orang Aceh sendiri menyebut daerah mereka Aceh.
2.2.  Bahasa dan Tulisan
Bahasa Aceh termasuk rumpun Bahasa Austronesia. Di daerah Aceh sendiri ada beberapa bahasa yang masing-masing pembicaraannya saling tidak dapat dimengerti. Ini disebabkan karena bahasa-bahasa itu berkembang melalui proses pemecahan dan isolasi yang lama antara kelompok-kelompok yang mengucapkan bahasa-bahasa tersebut. Di propinsi Aceh terdapat empat bahasa:
1. Bahasa Gayo-Alas, yang diucapkan oleh orang-orang Gayo dan Alas, penduduk Aceh Tengah
2. Bahasa Aneuk Jamee, yang khusus merupakan bahasa dari orang-orang Aceh Selatan dan Aceh Barat dan diucapkan kira-kira oleh 20% dari orang Aceh.
3. Bahasa Tamiang, yang tersebar di dekat perbatasan Aceh dengan Sumatra Timur, yang mendapat pengaruh dari bahasa Sumatra Timur dan yang diucapkan kira-kira oleh 10% dari orang Aceh.
4. Bahasa Aceh, yaitu bahasa yang diucapkan oleh penduduk Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie, dan sebagian penduduk Aceh Barat, atau 70% dari orang Aceh.
Di samping itu masing-masing daerah Kabupaten mempunyai logat-logat bahasa yang berbeda-beda, dan di daerah lingkungan kabupaten sendiripun logat mereka kadang-kadang berbeda.
Tulisan-tulisan Aceh menggunakan huruf Arab Melayu. Huruf ini dikenal setelah datangnya agama Islam di Aceh. Orang-orang Aceh menyebut huruf Arab-Melayu itu HurufJawoe. Sampai saat ini, tulisan-tulisan itulah yang banyak digunakan oleh kalangan orang-orang tua, sehingga oleh karena itu orang Aceh bisa dianggap buta huruf. Berbeda di kalangan muda yang mengikuti pendidikan modern yang lebih mengenal tulisan latin, maka huruf ini tidak dikenal lagi.
2.3. Bentuk Desa
Desa bagi orang Aceh disebut gampong. Setiap gampong terdiri atas kelompok rumah yang letaknya saling berdekatan dan setiap desa mempunyai 50 sampai 100 buah rumah. Desa merupakan pusat kehidupan masyarakat, yang termasuk ke dalam masyarakat hukum territorial yang terkecil.
Rumah orang Aceh didirikan di atas tiang kayu atau bahan bambu, berdasarkan pada kemampuan orang. Dahulu tujuannya untuk menghindarkan diri dari serangan binatang buas. Rumah itu biasanya berbentuk bujur sangkar dan menghadap dari timur ke barat, tangganya selalu menghadap ke utara atau selatan, atapnya terdiri dari daun rumbia yang dianyam dan kebanyakan mempunyai daya tahan sampai 20 tahun, tiangnya terbuat dari kayu yang telah dijadikan balok-balok, lantainya dibuat dari papan dan terkadang dari bamboo, rumah kuno umumnya tidak menggunakan paku, tetapi menggunakan tali rotan untuk menyambung. Rumah-rumah itu didirikan berkelompok, dan bagi orang yang memiliki hubungan kekerabatan rumahnya dibangun berderet-deret, dan kadang-kadang hanya dibatasi pagar penghalang. Setiap rumah mempunyai halaman yang ditanami dengan tumbuhan-tumbuhan berguna yang bisa memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Di Aceh Tengah ada bentuk desa yang sedikit berbeda, disana rumah-rumah didirikan berkelompok-kelompok, dan kebun-kebun berda di sekitar kompleks rumah itu.
Rumah-rumah mereka kebanyakan hanya khusus untuk makan malam dan tidur saja, karena selama siang hari mereka mencari kesenangan di luar rumah. Akibatnya ibu menggantikan tugas ayah sebagai pendidik, dan tidak heran apabila anak sudah besar terasa ada sebuah pagar pemisah antara anak dan ayah.
Kegiatan penduduk desa sangat besar bagi kemajuan desa tersebut. Mereka bersama-sama beribadah dan membangun tempat ibadah seperti mesjid dan meunasah (madrasah), bergotong royong untuk kebersihan dan kesehatan desa. Tugas in adalah rutinitas pada hari jum’at, sedangkan hari lain dipakai untuk bekerja di sawah sebagai mata pencaharian pokok dari hampir setiap desa di Aceh.
2.4. Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok orang Aceh adalah bertani di sawah dan lading dengan tanaman pokok berupa padi, cengkeh, lada, kelapa, dll. Masyarakat yang bermukin di sepanjang pantai umumnya menjadi nelayan.
Sebagian besar orang Alas hidup dari pertanian di sawah atau lading, terutama yang bermukin di kampong (kute). Tanam Alas merupakan lumbung padi di Daerah Istimewa Aceh. Di samping itu penduduk berternak kuda, kerbau, sapi, dan kambing untuk dijual atau dipekerjakan di sawah.
Sedangkan orang Aneuk Jameehidup dari bersawah, berkebun, dan berladang, serta mencari ikan bagi penduduk yang tinggal di daerah [antai. Disamping itu ada yang melakukankegiatan berdagang secara tetap (berniago), salah satunya dengan cara menjajakan barang dagangannya dari kampong ke kampong (penggaleh). Sedangkan pda masyarakat Gayo adalah dominannya berkebun, terutama tanaman kopi.
Mata pencaharian orang Tamiang adalah bercocok tanam padi di sawah atau di lading. Penduduk yang ebrdiam di daerah pantai menangkap ikan dan membuat aran dari pohon bakau. Adapula yang menjadi buruh perkebunan atau pedagang.
2.5. Sistem Kekerabatan
Dalam sistem kekerabatan, bentuk kekerabatan yang terpenting adalah keluarga inti dengan prinsip bilateral. Adat menetap sesudah menikah bersifat matrilokal, yaitu tinggal di rumah orangtua istri selama beberapa waktu. Sedangkan anak merupakan tanggung jawab ayah sepenuhnya.
Pada orang Alas garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal atau menurut garis keturunan laki-laki. Sistem perkawinan yang berlaku adalah eksogami merge, yaitumencari jodoh dari luar merge sendiri. Adat menetap sesudah menikah bersifat virilokal, yang terpusat di kediama keluarga pihak laki-laki. Gabungan dari beberapa keluarga luas disebut tumpuk. Kemudian beberapa tumpuk bergabung membentuk suatu federasi adapt yang disebut belah (paroh masyarakat).
Dalam sestem kekerabatan tampaknya terdapat kombinasi antara budaya Minangkabau dan Aceh. Haris keturunan diperhitungkan berdasarkan prinsip bilateral, sedangkan adat menetap sesudah nikah adalah uxorilikal (tinggal dalam lingkungan keluarga pihak wanita). Kerabat pihak ayah mempunyai kedudukan yang kuat dalam hal pewarisan dan perwalian, sedangkan ninik mamak berasal dari kerabat pihak ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang disebut rumah tanggo. Ayah berperan sebagai kepala keluarga yang mempunyai kewajiban memenuhi kebutuhan keluarganya. Tanggung jawab seorang ibu yang utama adalah mengasuh anak dan mengatur rumah tangga.
Pada masyarakat gayo, garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah yang patrilokal (juelen) atau matriokal (angkap). Kelompok kekerabatan terkecil disebut saraine (keluarga inti). Kesatuan beberapa keluarga inti disebut sara dapur. Pada masa lalu beberapa sara dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah. Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu belah (klen).
Dalam sistem kekerabatan masyarakat Tamiang digunakan prinsip patrilineal, yaitu menarik garis keturunan berdasarkan garislaki-laki. Adat menetap sesudah nikah yang umum dilakukan adalah adat matrilokal, yaitu bertempat tinggal di lingkungan kerabat wanita.
2.6. Sistem Kemasyarakatan
Bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan. Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).
Pada masa lalu Tanah Alas terbagi atas dua daerah kekuasaan yang dipimpin oleh dua orang kejerun, yaitu daerah Kejerun Batu Mbulan dan daerah Kejerun Bambel. Kejerun dibantu oleh seorang wakil yang disebut Raje Mude, dan empat unsur pimpinan yang disebut Raje Berempat. Setiap unsur pimpinan Raje Berempat membawahi beberapa kampung atau desa (Kute), sedangkan masing-masing kute dipimpin oleh seorang Pengulu.Suatu kute biasanya dihuni oleh satu atau beberapa klen (merge). Masing-masing keluarga luas menghuni sebuah rumah panjanga.
Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari : reje, petue, imeum, dan sawudere. Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imeum, dan cerdik pandai yang mewakili rakyat.
2.7. Religi dan Agama
Aceh termasuk salah satu daerah yang paling awal menerima agama Islam. Oleh sebab itu propinsi ini dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah", maksudnya "pintu gerbang" yang paling dekat antara Indonesia dengan tempat dari mana agama tersebut berasal. Meskipun demikian kebudayaan asli Aceh tidak hilang begitu saja, sebaliknya beberapa unsur kebudayaan setempat mendapat pengaruh dan berbaur dengan kebudayaan Islam. Dengan demikian kebudayaan hasil akulturasi tersebut melahirkan corak kebudayaan Islam-Aceh yang khas. Di dalam kebudayaan tersebut masih terdapat sisa-sisa kepercayaan animisme dan dinamisme.
2.8. Kesenian
Corak kesenian Aceh memang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam, namun telah diolah dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Seni tari yang terkenal dari Aceh antara lain seudati, seudati inong, dan seudati tunang. Seni lain yang dikembangkan adalah seni kaligrafi Arab, seperti yang banyak terlihat pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat, alat upacara, perhiasan, dan sebagainnya. Selain itu berkembang seni sastra dalam bentuk hikayat yang bernafaskan Islam, seperti Hikayat Perang Sabil.
Bentuk-bentuk kesenian Aneuk Jamee berasal dari dua budaya yang berasimilasi.. Orang Aneuk Jamee mengenal kesenian seudati, dabus (dabuih), dan ratoh yang memadukan unsur tari, musik, dan seni suara. Selain itu dikenal kaba, yaitu seni bercerita tentang seorang tokoh yang dibumbui dengan dongeng.
Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tan saman dan seni teater yang disebut didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian bines, guru didong, dan melengkap (seni berpidato berdasarkan adat), yang juga tidak terlupakan dari masa ke masa.
2.9. Peralatan
Orang Aceh terkenal sebagai prajuri-prajurit tangguh penentang penjajah, dengan bersenjatakan rencong, ruduh (kelewang), keumeurah paneuk (bedil berlaras pendek), peudang (pedang), dan tameung (tameng). Senjata-senjata tersebut umumnya dibuat sendiri.
2.10. Pembangunan dan Modernisasi
Rakyat pedesaaan masih kurang dalam hal pendidikan dan penerangan. Pendidikan umum yang moderen adalah media yang ampuh untuk membawa perubahan dan pembangunan. Sebenarnya Aceh mempunyai potensi yang besar untuk membangun, hanya cara menggerakkannnya yang kurang. Penggeraknya adalah pemimpin-pemimpin dan orang-orang yang berpengaruh di desa, seperti keusyik dan orang-orang yang berwibawa, seperti Teungku.
Modernisasi dalam bidang pemerintahan belum tererealisir dengan baik dan sering membawa atau menimbulkan birokrasi dalam arti buruk yang diakibatkan karena korelasi antara peraturan-peraturan dan pelaksanaannya.
Modernisasi dalam bidang teknologi juga belum banyak terlihat terutama pada masyarakat yang tinggal di pedalaman. Walaupun demikian, telah diusahakan menggunakan teknologi dalam pertanian, seperti pembuatan pupuk buatan, penyemprotan hama dan lain-lain.


BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Aceh terdiri dari berbagai macam sub suku, diantaranya Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk Jamee, dsb. Meskipun sama berbahasa Austronesia, tetapi masih saja di setiap kabupaten mempunyai logast yang berbeda-beda. Tidak hanya logat berbiacara, tetapi struktur pembangunan dan tata letak rumah juga berbeda-beda.
Mata pencaharian orang-orang Aceh berbeda-beda, tetapi pada umumnya mereka bercocok tanam di lading dan disawah, dan untuk daerah pesisir pantai menjadi nelayan.
Adat menetap sesudah menikah bersifat matrilokal, yaitu tinggal di rumah orangtua istri selama beberapa waktu. Sedangkan anak merupakan tanggung jawab ayah sepenuhnya.
Bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan. Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).
Aceh termasuk salah satu daerah yang paling awal menerima agama Islam. Oleh sebab itu propinsi ini dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah", maksudnya "pintu gerbang" yang paling dekat antara Indonesia dengan tempat dari mana agama tersebut berasal. Meskipun demikian kebudayaan asli Aceh tidak hilang begitu saja, sebaliknya beberapa unsur kebudayaan setempat mendapat pengaruh dan berbaur dengan kebudayaan Islam. Dengan demikian kebudayaan hasil akulturasi tersebut melahirkan corak kebudayaan Islam-Aceh yang khas. Di dalam kebudayaan tersebut masih terdapat sisa-sisa kepercayaan animisme dan dinamisme.
Corak kesenian Aceh memang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam, namun telah diolah dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Seni tari yang terkenal dari Aceh antara lain seudati, seudati inong, dan seudati tunang. Seni lain yang dikembangkan adalah seni kaligrafi Arab, seperti yang banyak terlihat pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat, alat upacara, perhiasan, dan sebagainnya. Selain itu berkembang seni sastra dalam bentuk hikayat yang bernafaskan Islam, seperti Hikayat Perang Sabil.
Orang Aceh terkenal sebagai prajuri-prajurit tangguh penentang penjajah, dengan bersenjatakan rencong, ruduh (kelewang), keumeurah paneuk (bedil berlaras pendek), peudang (pedang), dan tameung (tameng). Senjata-senjata tersebut umumnya dibuat sendiri.












DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:Djambatan
http://chairumanblogspot.com/makalah/item/2/Makalah Kebudayaan Aceh

Jumat, 02 Desember 2011

Antropologi

HUBUNGAN ANTROPOLOGI DENGAN ILMU SOSIAL LAINNYA


Definisi/Pengertian Antropologi, Objek, Tujuan, Dan Cabang Ilmu Antropologi
Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Antropologi adalah istilah kata bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos memiliki arti cerita atau kata.
Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.
Macam-Macam Jenis Cabang Disiplin Ilmu Anak Turunan Antropologi :
A. Antropologi Fisik
1. Paleoantrologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil-fosil.
2. Somatologi adalah ilmu yang mempelajari keberagaman ras manusia dengna mengamati ciri-ciri fisik.
B. Antropologi Budaya
1. Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan budaya manusia mengenal tulisan.
2. Etnolinguistik antrologi adalah ilmu yang mempelajari suku-suku bangsa yang ada di dunia / bumi.
3. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia.
4. Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi.
Di samping itu ada pula cabang ilmu antropologi terapan dan antropologi spesialisasi. Antropology spesialisasi contohnya seperti antropologi politik, antropologi kesehatan, antropologi ekonomi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
1. Hubungan Antropologi dan Sosiologi
Hubungan antara Antropologi dan sosiologi pada satu sisi, memperlihatkan bahwa sebagian para ahli tidak lagi membedakan kedua ilmu tersebut secara ketat. Artinya beberapa fokus kajiannya dianggap sama bahkan beberapa paradigma yang digunakan untuk melihat suatu fenomena sosial pun dianggap tidak memiliki perbedaan. Kedua ilmu itu bisa saling menukar atau saling melengkapi baik menyangkut paradigma ataupun metode yang digunakan dalam mengungkap suatu fenomena sosial. Di pihak ini, perbedaan antropologi dan sosiologi hanya terjadi pada sejarah berdirinya masing-masing ilmu tersebut. Namun dalam perkembangan selanjutnya, kedua ilmu itu dapat saling melengkapi bahkan melebur diri menjadi satu ilmu. Pada universitas tertentu, antropologi dan sosiologi merupakan program studi yang dikembangkan secara bersama-sama di bawah departemen antropologi-sosiologi atau sosiologi-antropologi. Benarkah antropologi dan sosiologi sudah tidak dapat dibedakan lagi? Ada pihak lain yang masih tetap mempertahankan adanya perbedaan antara antropologi dan sosiologi. Secara historis, kemunculan kedua ilmu tersebut adalah berbeda baik dari segi paradigma yang digunakan, metode yang digunakan atau pun sasaran masyarakat yang menjadi obyek penelitiannya. Di mana antropologi menekankan kajiannya pada masyarakat tradisional di luar masyarakat Barat, sedangkan sosiologi lebih menekankan pada masyarakat perkotaan yang pada saat itu ada pada masyarakat Barat sendiri.
Dalam perkembangannya, menurut pihak ini, masih dapat dilihat adanya perbedaan di antara kedua ilmu tersebut. Walaupun menurut penulis, perbedaan ini lebih didasari oleh selera dalam menggunakan paradigma dan metode yang digunakan. Sedangkan sasaran penelitiannya, sering kali tidak dapat lagi dibedakan karena keduanya sama sama memperhatikan fenomena sosial di pedesaan (masyarakat tradisional) ataupun di perkotaan (masyarakat industri).
2. Hubungan Antropologi dan Ilmu Politik
Perkembangan ilmu terus berlanjut, begitu pula dengan ilmu politik, yang mulai banyak menaruh perhatian terhadap berbagai fenomena budaya masyarakat yang terkait langsung atau tidak langsung. Keanggotaan partai politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi budaya masyarakatnya.Budaya masyarakat di Indonesia yang cenderung patrimonial sangat berpengaruh pada sistem budaya politiknya. Untuk itu, untuk lebih dapat memahami perilaku politik masyarakat di Indonesia, Anda perlu belajar tentang kebudayaan masyarakat di Indonesia, yang terdiri dari bermacammacam suku bangsa dan masing-masing suku bangsa tersebut memiliki kebudayaannya yang khas. Untuk keperluan tersebut, antropologi mempunyai peran dalam kaitannya dengan kajian ilmu politik, karena mampu mengungkap kebudayaan suatu masyarakat yang akan menjadi tempat bagi perilaku politik.
3. Hubungan Antropologi dan Ilmu Ekonomi
Ilmu Ekonomi yang mengkaji fenomena ekonomi modern lebih didasari oleh pemikiran-pemikiran Barat atau Ero-Eropa. Persoalannya adalah bilamana pemikiran-pemikiran ekonomi diterapkan pada setiap masyarakat terutama masyarakat yang masih sederhana atau negara terutama negaranegara berkembang tidak selamanya akan sesuai karena dilatarbelakangi oleh faktor cara pandang yang berbeda pada kehidupan ekonominya. Perhitungan ekonomi modern tidak selamanya dapat diterapkan pada sistem ekonomi\masyarakat non Barat. Keragaman budaya pada setiap masyarakat atau suku bangsa memperlihatkan pula adanya keragaman dalam strategi kehidupan ekonominya. Keragaman pada sistem ekonomi dapat dilihat pada sistem produksi apakah bercocok tanam sebagai petani, nelayan, peternakan, dan sebagainya. Begitu pula keragaman ini dapat dilihat pada sistem tukar menukar atau sistem jual beli barang.
Pada kondisi seperti di atas, antropologi sangat diharapkan perannya untuk dapat menjembatani pemikiran ekonomi modern dan pemikiran ekonomi lokal. Pembangunan ekonomi masyarakat di negara-negara berkembang tidak akan berjalan dengan baik bilamana tanpa diikuti oleh pertimbangan aspek budaya lokal terutama yang terkait dengan pola pikir kehidupan ekonominya. Terdapat perbedaan pandangan, anggapan, pengetahuan, persepsi pada masyarakat industri dengan masyarakat nonindustri seperti pertanian. Oleh karena itu perlu kehati-hatian para perencana pembangunan yang mencoba mengadopsi pemikiran atau teknologi yang datang dari masyarakat industri (negara-negara Barat) bagi kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nonindustri.
4. Hubungan Antropologi dan Ilmu Administrasi
Pentingnya antropologi bagi Ilmu Administrasi adalah terkait dengan kebutuhan Ilmu Administrasi untuk memecahkan persoalan-persoalan administrasi pemerintahan. Kondisi sistem administrasi pemerintahan yang dianggap masih kurang baik oleh sebagian pihak, seperti masalah pemilikan tanah, membutuhkan pemecahan bukan saja dari pihak pegawai atau para admonistartur tetapi juga karena aspek yang bersumber pada latar belakang sosial budaya masyarakat yang belum menganggap penting masalah administrasi.
5. Hubungan Antropologi dan Arkeologi serta Ilmu Sejarah
Pada dasarnya arkeologi bertujuan menyingkap sejarah kebudayaan manusia dari mulai kebudayaan kuno pada jaman purba seperti kebudayaan Mesopotamia dan kebudayaan Mesir Kuno. Di Indonesia, Arkeologi memfokuskan perhatiannya kepada kebudayaan di Indonesia pada masa Hindu yang hidup sekitar abad ke 4 hingga abad ke 16. Hasil penelitian arkeologi terhadap bahan bekas reruntuhan atau alat-alat peninggalan kerajaan Hindu di Indonesia adalah sebuah deskripsi sejarah manusia yang kemudian dapat digunakan oleh antropologi sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah asal-mula makhluk manusia. Dilihat dari batasan kajiannya, antropologi terlihat lebih luas karena tidak hanya memfokuskan pada benda-benda peninggalan (artifak) saja, melainkan juga pada sistem ide (gagasan dan sistem tingkah laku).
Kesulitan di dalam merekonstruksi kembali kehidupan dan persebaran kebudayaan, antropologi dan ilmu sejarah saling bertukar metode dan teori untuk lebih dapat memahami masyarakat pada umumnya. Begitu pula penggambaran tentang hasil penelitian keduanya bisa saling melengkapi sesuai bagi tujuan tertentu.